.SELAMAT ULANG TAHUN MALL PEKANBARU KE-7 DAN TELKOM KE-154.MAJU TERUS PEMUDA-PEMUDI INDONESIA !!

Sabtu, 30 Oktober 2010

Realisasi Pemuda Tempo Kini

Ernest Renan (1881), pernah mengungkapkan bahwa hakikat sebuah bangsa berinti dalam “Le desire de vivire ensemble atau keinginan untuk hidup bersama”, meskipun berada pada titik perbedaan rasial, agama, suku dan sebagainya. Membalik lembaran sejarah nusantara, gagasan dengan semboyan mempersatukan Nusantara. pernah terlontarkan dari Pati Gajah Mada ‘Sumpah Palapa’ sekitar 700 tahun lalu.
Dalam kontek kepemudaan, kemunculan golongan pemuda terdidik secara modern pada awal abad 20. Gagasan mempersatukan nusantara ke dalam sebuah negara kesatuan ‘Indonesia’ atau sense of nasionalism kembali di bumikan, di tandai dengan kemunculan organisasi Budi Utomo (1908). Di kenal sebagai motor dan cikal-bakal risalah pergerakan pemuda Indonesia.
Selang beberapa dekade kemudian, berdiri pelbagai organisasi kepemudaan bersifat kedaerahan. Seperti Jong Java (1918); Jong Celebes (1918); Jong Sumatra Bond (1917); Jong Islamieten Bond (1925); Jong Minahasa (1919); Sekar Rukun (1920); Jong Ambon (1918) dan lain-lain.
Kesadaran para pemuda bahwa perjuangan kedaerahan sangat minim memberikan arti signifikan dalam mempersembahkan kemerdekaan. Bahkan, terlihat semakin mundur dan mengalami kekalahan demi kekalahan. Sehingga, menumbuhkan benih-benih semangat untuk bersatu dengan meninggalkan paham kedaerahan. Lantaran itu, terselenggaralah kongres pemuda Indonesia pertama (30 April-2 Mei 1926).
Baru pada kongres pemuda kedua (27-28 Oktober 1928), para tokoh-tokoh pemuda kedaerahan berhasil merumuskan suatu nota kesepahaman berupa tiga kesepakatan, di kenal dengan ‘Sumpah Pemuda’:
Kami putra-putri Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia
Kami putra-putri Indonesia, ber-Tanah Air satu Tanah Air Indonesia
Kami putra-putri Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia
Pasca pelapasan sumpah pemuda, semangat perjuangan bersakala nasional semakin menggelora dan membakar dalam tubuh rakyat Indonesia. Tepat tanggal 17 Agustus 1945—sekitar tujuh belas tahun setelah itu—bangsa Indonesia keluar dari ketertindasan dan kungkungan penjajah lebih dari tiga abad.
Besar dan berat tantangan menghampiri pemuda tempo dulu, memberikan arti penting bagi mereka dalam membangun jiwa dan mental kuat sekaligus unggul. Letupan senapan dan getaran bom, bagi mereka bukan sesuatu hal menakutkan. Bahkan, mampu membangun full Spirit (semangat menggebu) dalam berjuang—dalam wujud pemikiran, gagasan maupun berperang—untuk keluar dari kungkungan dan penindasan kolonial penjajah.
Bukti konkrit, pemuda tempo dulu seperti: Soekarno, M. Hatta, M. Natsir, Jendral Soedirman, Bung Tomo, M. Yamin, Syafruddin Prawira negara, R.A. Kartini, Rohana Kudus dan lain-lain. Sebagian kecil contoh pemuda-pemudi tempo dulu terlahir di atas tantangan-tantangan besar. Lantaran itu, mereka muncul sebagai tokoh-tokoh besar bahkan nama harum mereka mampu melintasi The History of World Civilization (sejarah peradaban dunia).
Bagi pemuda tempo dulu, perjuangan merupakan keharusan dan panggilan jiwa. Sudah barang tentu membutuhkan sebuah pengorbanan. Tak terhitung berapa banyak pemuda menjadi korban dalam perjuangan melepaskan bangsa ini keluar dari ketertindasan kaum penjajah. Realitas ini, sebagai salah satu bentuk pengorbanan berharga, pantas untuk di hargai dan jadikan catatan penting dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia.
Selama 82 tahun sudah Sumpah Pemuda di kumandangkan, pergeseran peranan dan kecendrungan para pemuda kekinian, secara terbuka telah menenggelamkan esensi dan isi dari peristiwa penting sumpah pemuda dari hakikat sebenarnya. Bahkan telah mengikiskan nilai-nilai serta kepribadian bangsa Indonesia. Ternyata, penjajahan modern mampu memporak-porandakan moralitas dan kepribadian pemuda Indonesia.
Kebenaran Istilah ‘Menguasai informasi mampu menguasai dunia’ hari ini telah terbukti. Teknologi informasi telah menggerogoti moralitas dan membawa pemuda Indonesia berkiblat pada kehidupan hedonisme dan materealisme ala barat, resiko terbesar dapat membunuh sense of social atau rasa sosial. Hal ini, menjadi tantangan besar bangsa Indonesia dalam membangun generasi muda masa depan keluar dari ketertiduran dan keterlenaan berkepanjangan.
Di ulang tahun Sumpah Pemuda ke-82 ini, momen tepat bagi pemuda Indonesia tempo kini untuk evaluasi dan menjadikan tolak ukur bahwa tantangan masa kini secara jelas tak kalah besar bahkan lebih berat dengan tantangan pemuda tempo dulu. Walaupun, tantangan pemuda tempo kini lebih bersifat abstrak. Karena itu, dalam menghadapi penjajahan kolonialisme modern. Beberapa poin penting harus direalisasikan pemuda tempo kini.
Pertama, meneguhkan kembali sense of reform atau kepekaan untuk berubah. Secara de facto, mayoritas generasi muda Indonesia tengah terjerembab pada budaya pop (Pop Culture). Tradisi tersebut, semakin mengikiskan rasa kepercayaan diri serta menjauhkan pemuda Indonesia tempo kini dari kepekaan terhadap kondisi dan permasalahan bangsa hari ini.
Kedua, revitalisasi atau membangun kembali kebanggaan terhadap budaya, moralitas serta kepribadian asli bangsa Indonesia. Realita membahasakan bahwa generasi muda Indonesia hari ini, lebih bangga menggunakan budaya, moralitas bahkan kepribadian eksport (westernisasi). Degradasi menimpa generasi muda dari pelbagai arah ini, harus menjadi catatan penting untuk di evaluasi.
Ketiga, bercermin dari sejarah vitalitas perjuangan generasi muda tempo dulu. Dalam menghadapi pelbagai tantangan, pemuda tempo kini sudah barang tentu harus menjadikan pemuda tempo dulu sebagai kaca spion untuk membantu dalam menghindari kecelakaan sejarah. Sejarawan Perancis, Mona Ouzouf pernah mengatakan peringatan sejarah lebih untuk mengingatkan semua orang bahwa "kita semuanya tetap sama seperti dulu dan ingin tetap sama di masa datang".
Keempat, menumbuhkan kesungguhan dalam menempuh pendidikan—scientific dan teknologi, keterampilan, kreativitas dan sebagainya. Keterpurukan dunia pendidikan Indonesia secara free fall atau terjun bebas ke posisi sangat memprihatinkan perlu menjadi pukulan ataupun teguran terhadap generasi muda Indonesia tempo kini untuk bangkit dan membangun kembali vitalitas dalam menjalani pendidikan.
Kelima, menjadi teladan dan kebanggan generasi mendatang. Image mengagumkan dan keluar dari keterpurukan moralitas serta mewariskan nama harum, sangat diperlukan bagi generasi muda tempo kini agar dapat berhadir di tengah-tengah generasi muda masa depan sebagai suri tauladan dan kebanggan.
Keenam, Pemuda tempo dulu berjuang dalam mempersatukan dan mempersembahkan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia, pemuda tempo kini berjuang dalam mengembalikan eksistensi, kredibilitas, martabat serta kepribadian bangsa Indonesia di mata dunia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar