.SELAMAT ULANG TAHUN MALL PEKANBARU KE-7 DAN TELKOM KE-154.MAJU TERUS PEMUDA-PEMUDI INDONESIA !!

Sabtu, 30 Oktober 2010

Seputar Blog Ini

Kami salah satu peserta dari SMA Plus Taruna Andalan sengaja membuat desain dengan efek kusam dan tua. Desain ini sengaja kami buat untuk mengingatkan zaman TEMPOE DOELOE dimana para pemuda berjuang untuk menyatukan kembali pemuda-pemudi indonesia yang bertumpah darah INDONESIA dan berbahasa satu yaitu bahasa INDONESIA.
Desain yang terkesan tua ini hanya untuk mengingatkan kita betapa kerasnya pemuda indonesia TEMPOE DOELOE. Betapa pentingnya pemuda sekarang berjuang untuk negara kita negara INDONESIA, sama seperti pemuda TEMPOE DOELOE.
Kami juga menambahkan desain batik dimana menjadi khas pakaian asli Indonesia.Kita harus mempertahankan apa yang seharusnya menjadi milik kita ..
HIDUP PEMUDA INDONESIA
AKU CINTA INDONESIA.
thxz

Pemuda Indonesia, Dulu dan Kini

”Berilah aku seratus orang tua. Dengan seratus orang tua ini aku akan memindahkan Gunung Semeru. Tetapi, beri aku sepuluh pemuda, karena dengan mereka aku akan mengguncangkan dunia.”

Demikian seruan Ir Soekarno pada Kongres II Partai Nasionalis Indonesia (PNI) yang menunjukkan bahwa Bung Karno begitu menghargai pemuda dan menunjukkan betapa kuatnya pemuda. Berlebihankah pernyataan Presiden Republik Indonesia pertama itu? Tentu tidak. Sejarah telah membuktikan betapa pentingnya arti pemuda dalam pergerakan kebangsaan.Pemudalah yang menjadi lokomotif perjuangan kemerdekaan di Indonesia dan penyeru kebangkitan nasional.

Telah banyak peristiwa yang terjadi pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia yang diprakarsai para pemuda. Misalnya, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928,berdirinya Budi Utomo pada 20 Mei 1908 yang sekarang kita peringati sebagai Hari Kebangkitan Nasional,dan Proklamasi 17 Agustus 1945.

Pada masa itu para pemuda bersatu padu mewujudkan cita-cita memerdekakan bumi pertiwi tanpa membeda-bedakan suku,agama,dan kebudayaan demi satu tujuan,yakni Indonesia merdeka.Sekarang di mana semangat para pemuda itu? Para pemuda sekarang mayoritas hanya diam, peduli pada nasib masing-masing. Jiwa nasionalis dan sosial seakan memudar. Kalaupun ada yang peduli pada nasib bangsa ini,jumlahnya tidak lebih besar dari yang apatis.

Bahkan, banyak dari mereka yang ”peduli” hanya berteriak-teriak memprotes pemerintah tanpa bergerak sendiri, bertindak, atau berkontribusi untuk mengisi kemerdekaan dengan kegiatan yang berarti untuk kemajuan bangsa. Jarang ditemukan, misalnya tindakan konkret seperti memberi pendidikan pada anak-anak yang kurang mampu dengan mendirikan kelompok- kelompok belajar, atau kegiatan lain sesuai kemampuan dan keahlian dari para pemuda Indonesia sendiri.Lebih ironis lagi, pemuda masa kini justru dianggap sebagai generasi yang kurang produktif, kurang bertanggung jawab, dan mudah terpengaruh.

Namun, tentu saja pemuda saat ini juga masih berperan untuk bangsa ini.Kita masih sering melihat bagaimana para pemuda menentang kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat.

Misalnya, disahkannya Undang-Undang No 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) beberapa waktu lalu, yang pada akhirnya dibatalkan atas desakan masyarakat dan mahasiswa. Namun, rakyat masih berharap lebih dari peran pemuda. Peran itu adalah pemuda dituntut ikut andil dalam memajukan dan menyejahterakan bangsa. Karena itu, pemuda Indonesia kini harus segera berbenah diri demi kemajuan bangsa ini.Indonesia butuh pemuda yang idealis, nasionalis, berjiwa patriot, ikhlas, cerdas, dan cepat dalam bertindak.

Sumpah Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928

Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, saat itu para Pemuda Indonesia berani untuk bersumpah satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa. Padahal saat itu kondisi pemuda Indonesia masih merupakan pemuda yang terjajah. Pemuda Indonesia berani bersumpah untuk mimpi-mimpinya.

Tanggal 28 Oktober 2010 kita bangsa Indonesia akan memperingati hari Sumpah Pemuda ke 82. Sumpah Pemuda merupakan suatu moment pada zaman pergerakan yang mengikatkan bangsa ini menjadi suatu bangsa yang satu bernama Indonesia. Berbangsa yang satu, berbahasa yang satu, dan bertanah air yang satu, Indonesia.

Dalam peringatan ini sebagai pemuda dan pemudi Indonesia, penerus cita-cita mulia para pahlawan, harusnya kita merasakan makna dari sumpah pemdua ini.

Memaknai apa tujuan para pahlawan-pahlawan pemuda pada saat itu, sehingga dengan sumpah pemuda kita dapat melakukan suatu hal yang berguna bagi bangsa dan negara.

Pemuda pemudi Indonesia saat ini yang dapat kita lihat sendiri, mereka kurang memaknai hari sumpah pemuda ini.

Melewatkan hari ini seperti biasa, tidak memberikan kesan spesial di hati mereka. Apalagi dengan adanya westernisasi yang menghinggapi para pemuda pemudi Indonesia. Mereka menjadikan "Barat" sebagai kiblat. Dengan begitu rasa nasionalisme yang mereka rasakan pun menjadi semakin terkikis dengan semakin derasnya globalisasi, westernisasi, dan modernisasi.

Mereka seakan tidak peduli lagi dengan permasalahan bangsa, mementingkan kesenangan mereka sendiri. Semangat berjuang yang loyo karena terfasilitasi akses yang mudah.

Oleh karena itu, dalam peringatan sumpah pemuda kali ini maka marilah kita semua menumbuhkan semangat untuk bangkit membangun Indonesia, menyatukan jiwa ke Indonesiaan kita untuk membangun bangsa Indonesia menjadi lebih baik.

Perjuangan yang bukan lagi mengandalkan fisik saja seperti zaman pra kemerdekaan akan tetapi otak dan keahlian juga bisa menjadikan alat perjuangan.

Awal Bangkitnya Pemuda Indonesia




Sumpah Pemuda merupakan sumpah setia hasil rumusan Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia atau dikenal dengan Kongres Pemuda II, dibacakan pada 28 Oktober 1928. Tanggal ini kemudian diperingati sebagai “Hari Sumpah Pemuda”.
Rumusan Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada sebuah kertas ketika Mr. Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi terakhir kongres. Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin.
Dan isinya adalah:
SOEMPAH PEMOEDA
Pertama :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA
Kedua :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA
Ketiga :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA
Djakarta, 28 Oktober 1928

Prestasi Pemuda Indonesia

Prestasi pemuda Indonesia di kancah internasional bisa menjadi contoh nyata dari istilah kebangkitan itu. Prestasi itu sungguh memikau baik di olimpiade sains, kompetisi olahraga, maupun riset. Prestasi ini dapat membongkar stigma negatif yang selama ini terlanjur melekat bagi Indonsia. Kenyataan ini menandakan bahwa sebenarnya kaum muda Indonesia memiliki kualitas luar biasa bahkan mengungguli negara-negara barat. Beberapa prestasi ini menjadi alasan bagi banyak orang yang beranggapan bahwa Indonesia bisa jaya oleh pemuda. Bahkan seperti sudah menjadi keperacayaan bagi banyak orang bahwa sebenarnya bangsa Indonesia ini bisa maju jika dipimpin oleh kaum muda.
Namun prestasi internasional itu tidak sebanding dengan prestasi dalam negeri sendiri. Di negeri ini kaum muda masih diabaikan. Ongkos politik dan sosial untuk menjadi seorang pemimpin di Negara ini sunguh luar biasa besar, modal inilah yang belum dimiliki kaum muda Indonesia. Meski ada semangat yang berkobar dan patriotisme tinggi tapi masih belum mampu memuluskan jalan menjadi pemimipin. Lagipula budaya timur itu sangatlah susah dirubah, masyarakat indonesia masih sangat tidak percaya bila dipimpin oleh orang muda. Bilapun ada contoh kaum muda menjadi pemimpin di negeri ini bukanlah murni karena kompetensi yang dimilikinya tetapi karena faktor lain seperti ketampanan fisik, ketenaran, dan kekayaan. Keran kepemimpinan itu harus dibuka bagi kaum muda.
Fakta yang terjadi di Amerika itu, mungkin bisa membuka mata para pemimpin bangsa ini, bahwa tak selamanya yang tua lebih bagus, meski memiliki pengalaman, namun tak bisa menjustifikasi bahwa anak muda tidak punya semangat meraih pengalaman yang jauh lebih bagus lagi dari kaum tua itu. Kaum muda justru memiliki semangat besar dan energi tinggi untuk meraih mimpinya. Kaum muda punya keberanian (sesuatu yang tidak dimiliki pemimpin bangsa saat ini) mendobrak kebiasaan buruk yang menurut sebagian orang sudah menjadi budaya. Kaum muda punya nyali tinggi menghadapi kedzaliman. Dan kaum muda punya kemauan keras untuk belajar.
Masih teringat oleh kita 100 tahun yang lalu. Masa dimana Indonesia merasa itulah momen yang tepat menunjukkan kebangkitan bangsa ini dari penjajahan Belanda dengan berdirinya Budi Utomo. Siapa yang mengusungnya? Tokoh tua kah? Kita lihat juga saat bersejarah ketika seluruh pemuda Indonesia mengikrarkan sumpahnya tahun 1928 sehingga membuat penjajah kalang kabut. Siapa yang melakoninya, apakah kaum tua? Demikian juga kalau bukan para pemuda yang mendesak Soekarno dan Hatta untuk mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia tahun 1945 mungkin sampai saat ini Indonesia masih menjadi bangsa terjajah. Kemudian siapa yang menggulingkan kediktatoran Orde Baru? Dan masih banyak sebenarnya bukti-bukti sejarah yang menunjukkan peran pemuda meraih kejayaan bangsa, namun sepertinya sederetan bukti itu tidak cukup bagi para elit untuk menempatkan pemuda sebagai human capital bagi negeri ini.
Indonesia adalah bangsa yang tidak pernah belajar dari sejarah. Pernyatan inilah yang akhirnya sering menjadi momok sekaligus tameng bagi setiap kegagalan yang dialami bangsa ini. Pertanyaan yang harus kita jawab bersama adalah kenapa kita tidak mau belajar dari sejarah? Melalui momentum sejarah 100 tahun kebangkitan nasional ini mudah-mudahan bisa membuka mata telinga kita bahwa banyak anak muda yang berpotensi diluar sana yang siap membangun bangsa ini, membuatnya menjadi bangsa yang besar dan disegani bangsa lain.
100 tahun sudah lah cukup bagi kita belajar dari sejarah bangsa ini. Sekaranglah momentumnya menunjukkan kembali kejayaan bangsa ini. Mari kita keluar dari keterpurukan pembenahan sistem internal bangsa ini yang tak kunjung usai. Mari kita bangkit dari perbudakan neo kapitalisme globalisasinya barat, merdeka dari segala belenggu regulasi internasional yang memaksa Indonesia terus membungkuk. Kinilah saatnya Indonesia bangkit.
Jika PricewaterhouseCoopers Internasional telah memperkirakan bahwa Indonesia akan menjadi lima negara besar dunia pada tahun 2050. Namun dugaan saya perkiraan itu jauh bisa dipercepat jika dari sekarang kaum muda dilibatkan dalam pembangunan bangsa.

PEMUDA DAN KOMITMEN KE-INDONESIA-AN

Diskursus tentang pemuda dalam komitmen ke-Indonesia-an sebenernya sudah ada sejak lama, semenjak para pemuda bangsa ini menyadari tentang pentingnya integrasi komunal dan visi perjuangan untuk merebut kemerdekaan. Dalam sejarah, Indonesia menempatkan pemuda di elemen yang vital dalam perjuangan bangsa dan perubahan sosial. Sekilas memang ungkapan tersebut seperti klise dan stereotipikal, tetapi harus di akui bahwa pemuda masih kontesktual untuk dijadikan wacana simbolik untuk perubahan. Hal tersebut dibuktikan dengan peran pemuda dalam “sumpah pemuda” 1928, di mana para pemuda saat itu dengan menanggalkan label suku, ras dan agama behasil mengikat diri dalam visi kebangsaan. Momentum “sumpah pemuda” itulah yang sampai saat ini masih di akui oleh segenap sejarawan sebagai embrio kebangsaan sekaligus identitas diri yang diberi nama Indonesia. Deklarasi “sumpah pemuda” pada tanggal 28 Oktober 1928 merupakan barometer pejuangan pemuda yang terukir dalam sejarah kemerdekaan Indonesia dalam mengusir penjajah, karena deklarasi “sumpah pemuda” mampu meluluhkan fanatisme dan egoisitas perjuangan yang bersifat kedaerahan dan semua menyatu dalam semangat nasionalisme. Semangat inilah yang nantinya menjadi embrio persatuan yang melahirkan kekuatan besar dalam mengusir penjajah sampai pada akhirnya Indonesia meraih kemerdekaan.
Atas pejuangan yang di pelopori kaum muda, Indonesia dapat meraih kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, yang pada hakikatnya masih bersifat transisional. Sebab kemerdekaan yang di capai itu belum bersifat final, tetapi itu hanya baru merupakan sebuah jembatan yang menjadi prasyarat dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut menunjukan bahwa tugas pemuda belum selesai, karena kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia baru sebatas kemerdekaan fisik dari cengkraman penjajah. Karena cita-cita ideal yang harus dicapai adalah terbentuknya suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial adalah sejumlah deretan pekerjaan sangat berat yang sangat membutuhkan keterlibatan pemuda.
Pertanyan mendasar yang kemudian muncul adalah, apakah peran pemuda masih efektif dan signifikan pada masa pasca kemerdekaan? Apakah pemuda masih memiliki political commitment untuk mempersatukan komponen kekuatan di Indonesia?
Kalau kita melihat tentang keterlibatan pamuda dalam sikap nasionalisme pemuda sebagai embrio yang membawa Indonesia meraih kemerdekaan adalah sebagai cradle of democracy di Indonesia. Akan tetapi apabila kita bijaksana dalam memaknai arti dinamika gerakan, maka dengan cepat kita akan menyadari bahwa tidak akan ada pola atau frame gerakan yang permanen atau absulut. Yang ada hanya perubahan. Seperti itulah ungkapan tesis Enstein melalui teori relatifitasnya. Apalagi kalau dimensinya sudah berperspektif politik. Artinya, tuntutan perubahan adalah suatu konsekuensi mutlak yang harus dihadapi oleh orang atau organisasi. Hal itulah yang tampak terhadap peran dan eksistensi pemuda pasca kemerdekaan Indonesia. Secara sadar peran pemuda pesca kemerdekaan telah mengalami pergeseran orientasi. Kalau pada pra kemerdekaan, pemuda masih bisa mempersatukan diri dengan sumpah pemudanya, karena lebih disadari oleh kepentingan bersama untuk mengusir penjajah. Makna esensi dari sebuah persatuan dan kebersamaan yang bersifat universal itu secara perlahan mengalami penyusutan, dikarenakan telah memiliki varian kepentingan yang berbeda. Sebagi konsekuensi dari implikasi penyusutan persatuan dan kebersamaan adalah terjadinya pengakomodasian sumber daya yang ada, tidak lagi mempresentasikan secara komprehensif kepentingan bersama, maka akibatnya terjadilah split kepentingan kelompok pemuda. Akibatnya, perjalanan demokrasi Indonesia mengalami inkonsistesi atau distorsi dari benih demokrasi yang ditanam oleh pemuda pada Oktober 1928 itu.
Pada masa penjajahan pemuda dengan berani melawan segala bentuk penindasan dalam berjuang mencari kemerdekaan. Harus kita akui bersama bahwa pengorbanan dan inisiatif-inisiatif pemuda sangatlah besar yang mewarnai sejarah hingga bangsa ini merdeka. Akantetapi dengan kondisi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah berdaulat ini tentunya tantangannya menjadi lain. Tantangan di masa Indonesia telah berdaualat ternyata tidak kalah kompleksnya jika dibandingkan dengan jaman penjajahan. Dikala bangsa ini menentukan nasibnya sendiri, pada saat bersamaan tantangan yang dihadapi pun tidak kecil. Hal tesebut banyak sekali menyeret pemuda masuk kedalam lingkaran pragmatisme kekuasaan, apa lagi di pasca reformasi Indonesia yang telah banyak merubah bangsa ini dalam tatanan berbangsa dan bernegara terutama di bidang politik dalam kerangka membangun sistem politik, yang ikut bersinggungan saling mempengaruhi perubahan tatanan budaya dan prilaku politik.
Oleh karena itu pemuda harus mereposisi pola peran yang dimainkan di masa yang akan datang dengan lebih pro aktif dan bernuansa sebagai moral force dan pemuda harus mengembalikan citra historis 28 Oktober 1928 sebagai perekat dari berbagai komponen kekuatan Negara dalam mewujudkan sebuah tatanan politik di Indonesia. Selain itu pun pemuda harus berupaya secara serius dengan kreatifitas politiknya yang lebih akurat dalam memainkan peranan sebagai perekat dari berbagai komponen kekuatan Negara. Sebab yang dihadapi bukan lagi seperti penjajah tempo dulu, dimana kebersamaan dan persatuan lebih mudah dicapai, ketimbang dengan perjuangan untuk mengarah kepada sebuah kehidupan berbangsa yang demokratis, yang dimana objeknya bukan lagi musuh, tetapi saudara sebangsa sendiri yang memiliki ragam dan kompleksitas kepentingan yang berbeda.
engan kondisi seperti itu, maka yang harus menjadi sikap kaum muda adalah komitmen dan kesadaran bersama untuk selalu belajar dari setiap proses perubahan. Dalam hal ini bertujuan, agar motivasi dan orientasi dari setiap perubahan akan berujung pada kristalisasi nilai kebaikan yang bersifat progresif dari kondisi sebelumnya. Hal ini yang menjadikan substansi dasar dari keinginan kita kaum muda untuk selalu berubah. Dengan pendekatan ini, kaum muda akan mampu mengidentifikasikan peran yang harus dimainkan dari setiap dinamika kehidupan yang dihadapinya. Apakah pemuda mampu mempertahankan eksistensinya sebagai central look khususnya menjadi lokomotif agent of change dalam mengawal setiap proses yang bersentuhan langsung dengan kepentingan publik. Karena dalam perkembangannya di Indonesia, eksistensi pemuda tidak bisa dipandang “sebelah mata” . Eksistensi pemuda sangatlah signifikan dan menjadi “juru kunci” yang menentukan dalam proses politik dan gerak demokrasi suatu bangsa. Terlepas dari dinamika politik yang diperankan oleh pemuda.

Menggagas Peran Pemuda dalam Perspektif Kebangsaan dan Kenegaraan serta Kedaerahan

Pasca proklamasi kemerdekaan RI dari ‘penjajahan’ fisik menjadikan semangat Sumpah Pemuda untuk menjadikan bangsa Indonesia bangsa yang satu masih terus terasa. Ini terlihat dari berbagai aksi gerakan-gerakan mahasiswa yang terjadi di Indonesia. Perlawanan progresif penjajahan gaya baru terus dilakukan. Karena pengaruh penjajahan fisik yang terjadi di negeri selama + 350 tahun lamanya maka imperalisme gaya baru pun masih membelenggu negeri ini. Perlawanan mahasiswa pasca kemerdekaan fisik terus dilakukan untuk melawan imprealisme dan sekulerisme. Perlawanan imprealisme gaya baru terus dilakukan sampai memuncak penculikan mahasiswa pada kasus MALARI yaitu peristiwa pembantaian aktivis mahasiswa dan penangkapan karena menolak/melawan rezim ketika itu. Ini adalah peristiwa bersejarah bagi mahasiswa. Demontrasi anti-penjajahan terus dilakukan, anti-utang luar negeri dan anti kapitalisme.
Peristiwa MALARI (Malapetaka 15 Januari) dilatarbelakangi oleh penolakan mahasiswa terhadap datangnya pejabat Jepang yang rencananya ingin melakukan kerja sama luar negeri dan menanamkan modalnya di Indonesia. Selain itu, pembubaran ASPRI juga menjadi agenda. Ini adalah bukti bahwa pemuda Indonesia ketika itu masih memliki semangat persatuan dalam perlawanan imprealis dan penjajahan dalam bentuk apa pun. Mahasiswa dan pemuda juga melakukan aksi yang bersejarah melengserkan rezim Soeharto. Dalam wacana yang diangkat ketika itu adalah Soeharto menjajah negeri sendiri dengan tangan besi dan berupaya ‘menjual hak negeri’ melalui politik luar negerinya. Peristiwa reformasi yang diawali krisis moneter akibat utang luar negeri yang semakin besar ini menyebabkan kemarahan rakyat Indonesia. Ini adalah sebuah bukti kekuatan semangat pemuda Indonesia masih ada selagi sekulerisme dan sosialisme masih ada.

Pertanyaan yang kemudian timbul adalah: Kapan berakhir perlawanan kepada ideologi sekuler atau imprealisme ini? Jawabannya adalah ketika pemuda dan rakyat meninggalkan gerakan yang prakmatis. Yaitu gerakan yang hanya bersifat moral dan sosial saja. Gerakan yang hanya bersifat kritis terhadap pemerintahan tetapi tidak memberikan ideologi alternatif terhadap pemerintahan yang diyakini salah. Yang harus dilakukan saat ini adalah paling tidak dalam internal pemuda harus mampu mengideologisasikan diri dengan ideologi yang sesuai dengan fitrah dan juga mampu untuk selalau membongkar makar imprealis. Dan tidak lupa dengan memberikan ideologi alternatif dan sesuai dengan fitrah manusia, yaitu ideologi Islam. Dalam perwujudannya, Islam akan menggantikan ideologi di dunia ini yang dikuasai oleh AS. Dalam wujud institusi telah terbukti selama 13 abad lamanya dalam naungan daulah khilafah Islamiyah.